Jumat, 26 Juni 2020
Selasa, 23 Juni 2020
Politisi Muda Golkar: Adian Napitupulu Serang Erick Thohir, Karena Sakit Hati Temannya Dicopot Dari Komisaris BUMN
Dalam Raker DPR, SYL Jabarkan Program Kementan
Ketua Komisi III DPR RI Desak Polisi Proses 2 Pejabat Bea Cukai Terkait Kasus Narkoba
Sigapnews.com, Jakarta – Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry mendesak pihak kepolisian untuk memproses secara hukum atas penangkapan kasus narkoba 2 pejabat bea cukai inisial AP dan T.
Legislator PDI Perjuangan ini mengecam tindak kejahatan narkoba terhadap keduanya, karena aparatur sipil negara semestinya menjadi teladan bagi masyarakat.
“Polisi harus memastikan memproses yang bersangkutan secara objektif dan profesional,” kata Herman kepada wartawan di Jakarta, Selasa (23/6).
Herry menjelaskan,'' Narkoba merupakan musuh terbesar bangsa, Apalagi pelakunya diduga merupakan Aparat Sipil Negara oleh sebab itu dirinya mendesak Polda Metro Jaya agar segera memproses kasus tindak kejahatan narkoba yang melibatkan pegawai Bea Cukai itu.
Menurut Herry, setiap orang harus sama di hadapan hukum. “Saya mendorong jajaran Polda Metro Jaya untuk menindak kasus ini sesuai peraturan perundang-undangan yang ada,” tegasnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, pejabat Bea Cukai yang diciduk Polres Jakarta Pusat terkait kasus tindak kejahatan narkoba satu diantaranya adalah Kepala Pangkalan dan Sarana Operasional Bea Cukai Pelabuhan Tanjung Priok Agus Purnady.
Senin, 22 Juni 2020
Polisi Ungkap Motif Penyerangan Kelompok John Kei
Tiga Pelaku Pemerkosaan Diringkus Polsek Kalideres, 1 Diantanya Security
Bamsoet : Pengelolaan Kawasan Danau Toba Harus Jadi Prioritas
Jhon Kei Bersama 24 Anak Buahnya Dibekuk Polda Metro Jaya
Presiden RI Akan Pecat ASN Yang Tidak Produktif
Hal itu lantaran pandemi virus corona yang membuat banyak kantor swasta maupun negeri harus menerapkan kebijakan kerja dari rumah atau work from home (WFH). Namun ternyata penerapan kebijakan tersebut menimbulkan permasalahan baru yakni ada ASN yang tak produktif.
Minimnya produktivitas para pegawai negeri sipil (PNS) tersebut terlihat dari tidak bisa menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
"Kelompok yang produktif dalam masa WFH ini menjadi overload (pekerjaannya). Mereka terpaksa mengerjakan pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan oleh kelompok yang tidak produktif tadi," kata Tjahjo, kepada wartawan, Jumat (19/6/2020) .
Oleh karena itu Tjahjo Kumolo mengungkap sedang menyusun cara untuk pengurangan ASN yang tidak produktif tersebut.
"Perlu strategi untuk mengurangi yang tidak produktif ini secara bermartabat," kata Tjahjo.
Tetapi Tjahjo juga mengungkap bahwa meski ada kelebihan ASN yang tidak diperlukan, Indonesia juga memiliki kekurangan beberapa ASN di pos-pos tertentu.
"Too many, but not enough. Perlu perubahan drastis dalam format kebutuhan kompetensi untuk rekruitmen ke depan," ujar politis PDI-P ini.
"Jika komposisi dan kompetensi sudah akurat dan jumlah total ASN sudah tepat, maka remunerasinya juga akan bisa meningkat signifikan," ucap Tjahjo.
Di lingkungan instansi pemerintah, ternyata juga ada ketentuan untuk pemecatan PNS tidak produktif. Aturan itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014. UU 5 tahun 2014 juga mengatur tentang pemberhentian ASN.Penghentian PNS karena produktivitas rendah diatur dalam pasal 77 ayat 6.
Bunyinya "PNS yang penilaian kinerjanya tidak mencapai target kinerja dikenakan sanksi administrasi sampai dengan pemberhentian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
Masih ada juga, pasal 87 UU 5 Tahun 2004 juga mengatur penyebab pemberhentian PNS. Pasal 87 ayat 1 menyatakan PNS diberhentikan dengan hormat karena:
a. meninggal dunia;
b. atas permintaan sendiri;
c. mencapai batas usia pensiun;
d. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini; atau
e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban.
Pasal 87 ayat 2 menyatakan PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 tahun dan pidana yang dilakukan tidak berencana.
Lalu, merujuk pasal 87 ayat 3 menyatakan PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat.
Ketua MPR RI Bamsoet Dorong Pancasila Dimasukan Kembali Dalam Pelajaran Wajib Sekolah
LAKSI : Tolak Penggiringan Opini Soal Rasisme, Ayo Kita Perkuat Jiwa Nasionalisme
Begini Langkah Target Pembangunan Nasional Menteri Bappenas
Menghindari Efek Negatif, Mendagri Tito Karnavian Tetap Usulkan Pilkada Asimetris
Sigapnews.com, Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian kembali mengusulkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) dilakukan secara asimetris dengan tujuan untuk menghindari dampak-dampak negatif dari pelaksanaan pilkada itu sendiri.
Pilkada asimetris sendiri diartikan sebagai sistem yang menjalankan pemilihan dengan mekanisme berbeda antar daerah.
Perbedaan mekanisme itu bisa terjadi karena adanya karakteristik yang berbeda dari setiap daerah.
Tito mengungkapkan ada sisi positif dan negatif yang muncul dari pelaksanaan pilkada selama ini.
Positifnya, menurut Tito, pilkada asimetris melahirkan pemimpin baru dari seorang calon yang kuat karena dipilih oleh rakyat.
Akan tetapi ada juga sisi negatifnya, yakni manipulasi demokrasi hingga korupsi.
"Kita harus lihat pilkada itu seorang ini jadi calon bukan tanpa modal, pasti keluarkan biaya, paling tidak yang resmi-resmi biaya timses kampanye apalagi, mohon maaf mungkin ada yang transaksional katakanlah," kata Tito dalam sebuah diskusi virtual, Sabtu, 20 Juni 2020.
Menurut Tito tidak ada yang perlu alergi terhadap pilkada asimetris, sebab beberapa daerah sudah menjalankannya.
"Contoh Yogyakarta karena keistimewaannya, maka Sri Sultan jadi gubernur tanpa dipilih langsung rakyat. Kita lihat juga di DKI, Wali Kota Kepuluan Seribu dipilih gubernur. Jadi, dia tak ada beban untuk balikkan modal. Jadi asimetris itu sudah terjadi," ujarnya.
Mantan Kapolri tersebut juga menjelaskan penyelenggaraan pilkada secara asimetris itu bisa dilakukan dengan melihat indeks pembangunan manusia (IPM) di setiap daerahnya.
Untuk daerah yang memiliki IPM kuat, tinggi dan sedang serta memiliki kemampuan fiskal tinggi bisa melangsungkan pilkada secara langsung.
Akan tetapi, pilkada secara langsung akan berisiko apabila dilakukan di daerah yang memiliki IPM dengan skor rendah.
"Karena banyak masyarakat kurang terdidik kurang sejahtera," pungkasnya.
FOLLOW THE SIGAPNEWS.COM AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow SIGAPNEWS.COM on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram