SOPPENG Sigapnews.com, Tiga Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) di Kabupaten Soppeng mangkrak tanpa kejelasan, meski anggaran pembahasannya mencapai Rp 300 juta.
Kegagalan ini memicu kecaman dari aktivis dan pengamat hukum, Djusman AR, yang menilai penggunaan dana tersebut berpotensi korupsi dan bersifat fiktif.
Ketiga Ranperda yang tertunda sejak 2021 itu meliputi. Ranperda Perlindungan Pendidik, Tenaga Pendidik, dan Peserta Didik.Ranperda Pengelolaan Sampah
Ranperda Air Limbah Domestik
Padahal, ketiga regulasi ini dinilai penting untuk memberikan kepastian hukum dan mendukung pembangunan di Soppeng.
Kegagalan pengesahannya tidak hanya menghambat program strategis, tetapi juga memunculkan pertanyaan serius terkait akuntabilitas penggunaan anggaran.
Djusman AR, Koordinator Forum Komunikasi Lintas NGO Sulawesi (FoKaL), menyoroti ketidakjelasan hasil dari alokasi dana tersebut.
"Lucu juga, anggaran sudah habis tapi produknya tidak ada. Ini sama saja DPRD menyalahgunakan anggaran negara dan mengarah pada kasus anggaran fiktif, tegas Djusman saat dikonfirmasi, Rabu (30/7/2025).
Ia mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menyelidiki dugaan penyimpangan ini. Jika ada kegiatan yang menggunakan anggaran besar, tetapi tidak menghasilkan apa-apa, ini sudah memenuhi syarat untuk ditindak secara hukum, tambahnya.
Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Soppeng, Musriadi SH, membenarkan bahwa ketiga Ranperda tersebut belum disahkan.
"Secara prosedur, tahapannya sudah berjalan tetapi di akhir terjadi miskomunikasi sehingga belum disahkan, ujarnya.
Namun, penjelasan ini dinilai tidak memuaskan. Publik mempertanyakan mengapa DPRD Soppeng tidak mampu menyelesaikan proses legislasi yang sudah dibiayai dengan uang rakyat.
Kegagalan ini bukan sekadar persoalan administratif, melainkan indikasi serius pemborosan anggaran dan potensi korupsi.
Ranperda yang seharusnya ditetapkan pada November 2021 terus tertunda karena rapat paripurna tidak mencapai kuorum.
Djusman AR menegaskan, Ini adalah bentuk pengabaian terhadap tanggung jawab legislatif. APH harus turun tangan sebelum ini menjadi kasus korupsi yang lebih besar.
Kepercayaan publik terhadap DPRD Soppeng semakin merosot. Masyarakat menuntut transparansi dan pertanggungjawaban atas anggaran yang telah dikeluarkan.
"DPRD harus segera bertindak. Jika tidak mampu menyelesaikan Ranperda ini, mereka harus mempertanggungjawabkan dana Rp 300 juta yang hilang, tegas seorang tokoh masyarakat.
Dengan sorotan yang semakin tajam, tekanan terhadap DPRD Soppeng untuk segera mengesahkan ketiga Ranperda atau membeberkan alasan kegagalan semakin besar. Jika tidak, kasus ini berpotensi dibawa ke ranah hukum sebagai tindak pidana korupsi.
FOLLOW THE SIGAPNEWS.COM AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow SIGAPNEWS.COM on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram